

Sukmajaya | jurnaldepok.id
Setiap hari Sungai Ciliwung dibebani rata-rata 53 ton limbah, termasuk sampah domestik, limbah peternakan dan industri.
Hal itu dikatakan Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq saat melakukan penanaman pohon di lingkungan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok dalam rangkaian acara Festival Ciliwung 2024.
Dia menambahkan, Sungai Ciliwung menjadi salah satu perhatian utama dalam upaya pemulihan lingkungan. Dengan panjang mencapai 193 KM dari Bogor-Depok hingga Jakarta, sungai ini dibagi menjadi enam segmen, seluruhnya memiliki tingkat pencemaran yang tinggi.


“Dari 38 ribu hektar DAS Ciliwung, hampir 70% telah menjadi pemukiman, sementara hanya 24% yang masih berupa tutupan hutan di bagian hulu,” katanya.
Kondisi ini, lanjutnya, memperparah masalah tata air yang hanya dapat dikelola dengan keberadaan pohon.
Dikatakannya, Pemerintah telah menyusun Rencana Perlindungan Pengelolaan Mutu Air untuk mengurangi pencemaran sungai-sungai besar, termasuk Ciliwung. Menteri LH/Kepala BPLH menegaskan bahwa langkah ini harus segera diimplementasikan.
“Kami harus mengukur di setiap segmen berapa pencemar yang dapat dikurangi,” ujarnya.
Pemerintah juga, kata dia, berencana membangun infrastruktur pengolahan limbah, seperti digester dan IPAL komunal, dengan total anggaran sebesar Rp1 Triliun.
“Kolaborasi dengan masyarakat dan mitra swasta sangat penting, karena pemerintah tidak dapat bekerja sendiri,” paparnya.
Hanif menuturkan, pentingnya perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola air. Eksploitasi air tanah yang masif telah menyebabkan penurunan tanah hingga 1,5 cm setiap tahun.
Hanif mengatakan, situasi lingkungan di Jakarta saat ini sangat genting. Hal ini diakibatkan eksploitasi air tanah dan tingginya tingkat pencemaran sungai.
“Kita menghadapi realitas yang tidak baik. Air rob semakin tinggi, mencerminkan kenaikan permukaan air laut dan penurunan muka air tanah,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Jakarta dengan 11,4 juta penduduknya sebagian besar bergantung pada air tanah, yang terus dieksploitasi secara masif. Kondisi ini, menurutnya, mengancam stabilitas lingkungan dan kehidupan masyarakat di ibu kota.
Ia juga menekankan pentingnya pemanfaatan air hujan dan pemulihan fungsi sungai sebagai sumber kehidupan.
“Kita harus mengembalikan peradaban sungai kita yang sudah lama ditinggalkan,” pungkasnya. n Aji Hendro

