Kota Kembang | jurnaldepok.id
Kuasa hukum dan majelis hakim saling adu mulut saat pelaksanaan sidang lanjutan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda di Pengadilan Negeri Depok.
Kuasa hukum Syahganda, Nainggolan beramai-ramai meninggalkan ruang sidang utama Pengadilan Negeri Depok. Pasalnya, mereka keberatan dengan sidang yang tidak menghadirkan saksi secara langsung di PN Depok.
Sebelumnya terjadi adu mulut antara kuasa hukum dengan majelis hakim, kuasa hukum meminta dengan tegas agar saksi dihadirkan. Namun majelis tidak dapat mengabulkan permohonan tersebut karena alasan harus tetap menjaga protokol kesehatan yang berlaku.
“Kami hanya menjaga diterapkan protokol kesehatan agar tidak tercipta potensi kerumunan. Karena Depok masih zona merah. Yang harus kita pahami bahwa OTG. Kami majelis tidak ada kepentingan apapun,” ujar majelis menjelaskan pada kuasa hukum, Kamis (28/1).
Menurut kuasa hukum Syahganda, Abdullah Alkatiiri dengan tidak dihadirkan saksi secara langsung dikhawatirkan bisa menghambat proses pembelaan terhadap petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu.
“Kami mohon dengan hormat saksi dihadirkan disini untuk dihadirkan di persidangan. Kami keberatan. Kepentingan siapa? Kenapa saksi tidak dihadirkan padahal hanya di gedung sebelah (kejaksaan) bukan di wilayah lain,” ucapnya.
Dikatakan kuasa hukum lainnya bahwa di persidangan di tempat lain pun saksi dapat dihadirkan langsung.
“Di pengadilan Selatan, Timur dan Pusat,” kata Herman Umar.
Setelah debat sengit cukup lama, akhirnya kuasa hukum pun meninggalkan ruang sidang. Alkatiri mengaku heran dengan persidangan di PN Depok.
“Karena agak aneh sekali. Bagaimana saksi ada di kantor jaksa yang jaraknya satu tembok tidak dihadirkan dengan alasan covid. Padahal ruangan itu masih luas bisa dihadirkan satu persatu,” katanya.
Disebutkan dia bahwa jika majelis mempertimbangkan prokes maka dapat dilakukan persiapan yang lebih baik. Misalnya saksi menjalani swab atau rapid terlebih dulu sebelum dihadirkan ke sidang. Atau untuk menjaga jarak maka dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah pengunjung dalam ruang sidang.
“Ada di sini (dekat PN Depok). Oleh sebab itu kami walk out. Ini tidak wajar dan ini ada apa? Kami pertanyakan berkali-kali. Kalau hanya kepentingan covid hanya menghadirkan satu orang untuk duduk di depan, dengan di kejaksaan apa bedanya,” terangnya.
Alkatiri menuturkan bahwa hakim melanggar aturan dan kode etik. Oleh karena itu dia akan melapor ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY).
“Kami akan laporkan. Tentunya semua dilanggar itu, kode etik undang-undang pun hukum acara pun semua dilanggar. Kami akan laporkan, kami akan adukan ke Mahkamah Agung, ke KY dan sebagainya. Bahwa ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal kecuali jauh (saksinya) ya masuk akal,” katanya.
Dia mempertanyakan perbedaan saksi dihadirkan langsung ke PN Depok dengan virtual dari Kejaksaan Negeri Depok.
“Kalian tahu sendiri kan kejaksaan satu tembok di sini (PN Depok). Mereka duduk di sana (kejaksaan), sementara kita disuruh di sini (PN Depok). Apakah di balik aja kalau gitu. Kita ke sana tapi tidak diperbolehkan. Apa tujuannya tidak jelas. Nggak ada bedanya. Kan saya bertanya,” pungkasnya. n Aji Hendro