Warga Keberatan Beli Gas di Pangkalan, Ini Berbagai Macam Alasannya

39
ilustrasi-okezone

Beji | jurnaldepok.id
Pembelian gas tabung 3Kg di pangkalan dinilai sangat merepotkan bagi pedagang dan masyarakat. Dampaknya terjadi antrean di sejumlah pangkalan gas 3Kg di Kota Depok.

Salah satu pedagang gorengan di Beji, Anjas saat mengantre untuk membeli tabung gas 3Kg di Beji Timur mengatakan, kebijakan baru pembelian tabung gas 3Kg di pangkalan dinilai kebijakan yang merepotkan.

Dia mengatakan, dengan adanya kebijakan pembelian gas 3Kg di pangkalan, aktivitas atau kegiatannya berdagang terganggu.

“Biasanya kalau gas 3Kg habis, saya bisa beli enggak jauh dari lapak saya berjualan,” katanya.

Namun, kata dia, saat adanya kebijakan beli gas 3Kg di pangkalan, dia harus membelinya ke pangkalan dengan jarak yang jauh dan memakan waktu.

“Enggak apa-apa harga di warung lebih tinggi dibandingkan di pangkalan, yang penting ada dan terjangkau dengan mudah,” ujarnya.

Dia berharap, kebijakan beli gas 3Kg di pangkalan dikaji ulang karena merepotkan dan menyusahkan warga.

Di lokasi lain, di Kalibaru, Kecamatan Cilodong, pedagang warung, Putra mengaku belum tahu jika ada larangan menjual elpiji 3Kg per 1 Februari 2025. Menurutnya, warung yang merupakan pengecer merupakan alternatif bagi masyarakat yang ingin membeli tabung gas 3Kg tanpa antre dan dekat rumah.

“Kita menjual ini kan supaya masyarakat lebih mudah dapat tabung gas 3Kg. Tidak perlu antre beli di pangkalan, kadang juga warga saat mau beli sudah kehabisan duluan. Coba bagaimana nasib warga yang tinggal di pedalaman, jauh dari pangkalan. Pemerintah seharusnya melihat kondisi di bawah baru bikin peraturan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, di setiap kelurahan di Depok belum semuanya terdapat pangkalan gas elpiji.

“Di rumah saya saja, itu pangkalan lokasinya jauh, bisa sampai satu hingga 2 KM. Sementara kalau pengecer itu biasanya hampir di tiap lingkungan ada,” jelasnya.

Dia menyatakan tegas menolak kebijakan ini, karena dinilai sangat merugikan pedagang kecil yang selama ini menjadi perantara distribusi gas 3 Kg ke masyarakat.

“Selama ini, yang ngecer itu warung-warung dan toko kelontong kecil. Stok kami tidak banyak, dan warga sudah terbiasa membeli gas melon di toko. Jarang yang beli langsung di pangkalan. Saya tidak sepakat dengan kebijakan ini,” tegasnya.

Selama ini, Putra hanya membeli gas elpiji 3 Kg dari agen atau pangkalan, lalu menjualnya kembali ke masyarakat di sekitar.

Menurutnya, selisih harga antara pengecer dan pangkalan tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per tabung, sehingga masih sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah. n Aji Hendro

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here