



Margonda | jurnaldepok.id
Jelang berakhirnya masa jabatan Wali-Wakil Wali Kota Depok, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono, ratusan warga di RW 28 Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, melakukan aksi unjuk rasa di halaman Balaikota, Jalan Margonda Raya.
Mereka menolak pengoperasian Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dengan mesin incinerator atau mesin pembakaran sampah di Jalan Merdeka, Sukmajaya.
Salah satu warga, Wike kepada wartawan mengatakan, aksi tersebut untuk menuntut agar mesin incinerator di Jalan Merdeka, RW 28 Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, dipindahkan.


“Sebab, mesin tersebut berpotensi mengganggu kesehatan warga karena berada di wilayah padat penduduk. Adapun mesin incinerator itu telah beroperasi sejak akhir Oktober 2024,” ujarnya, Selasa (04/02/25).
Dikatakannya, mesin incinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar limbah padat, cair, atau gas pada suhu tinggi.
“Lingkungan jadi tidak sehat. Saya difabel, sampai sesak nafas, ini sudah sebulan sejak incinerator itu beroperasi. Kami tidak diberitahu mau dibangun, tahu-tahu sudah ada,” katanya.
Wiken juga menunjukan sejumlah foto anak di wilayahnya yang mengunakan alat bantu pernafasan karena dampak dari mesin tersebut.
“Warga terganggu, dari pagi sampai malam mesinnya beroperasi, kami menolak incinerator di wilayah kami, di wilayah padat penduduk,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua RW06 Kelurahan Abadijaya, Muksin mengaku kecewa dengan Wali Kota Depok, Mohammad Idris yang menempatkan mesin incinerator di wilayahnya.
“Pak Kiai (Mohammad Idris) dulu kami mendukungmu, sekarang kamu akan lengser. Dengarkan keluhan kami, dulu kami mendukungmu mati-matian,” ucapnya.
Muksin mengatakan, bahwa dia dan warganya ingin hidup sehat, sehingga mesin incinerator harus direlokasi dari Jalan Merdeka.
“Kami ingin hidup sehat, kami berjuang bukan untuk kami dan keluarga saja, tapi untuk semua masyarakat yang berada dekat incinerator,” jelasnya.
Sementara itu warga lainnya, Andri menambahkan, pembangunan mesin pembakaran sampah tersebut tidak diketahui warga setempat alias tanpa sosialisasi atau pemberitahuan sebelumnya.
Upaya warga setempat mencari tahu asal usul pembangunan incinerator itu ke kantor wali kota serta dinas lingkungan hidup juga tak memberi hasil.
“Mesin ini tiba-tiba sudah dibangun dan beroperasi menyebabkan napas kami sesak,” tandasnya.
Dia menambahkan, semua yang berada di lingkungannya merasa hidungnya tersumbat, matanya perih dan batuk.
“Semua merasakan, termasuk baunya yang menyengat hingga ke pemukiman warga,” pungkasnya. n Aji Hendro

