HeadlineKHUTBAH JUMAT

Khutbah Jumat: Berorientasi Akhirat

Oleh: KH Syamsul Yakin
Wakil Ketua Umum MUI Kota Depok

Imam al-Muhasibi dalam kitabnya Risalatul Mustarsyidin mengungkapkan bahwa orang yang menjadikan akhirat sebagai orientasi hidupnya, maka pasti Allah akan mencukupi urusan dunianya. Mengapa demikian? Karena Allah senantiasa membimbingnya dengan terus-menerus menggelontorkan rahmat dan cinta-Nya.

Sebaliknya, Allah mengecam orang-orang yang orientasi hidupnya adalah dunia. Bahkan saat berdoa. Allah memberi informasi tentang perilaku mereka, “Maka di antara manusia ada orang yang bendoa, “Wahai Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”. Dan tidaklah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat” (QS. al-Baqarah/2: 200).

Bagi mereka yang berorientasi akhirat, inilah doa mereka yang direkam al-Qur’an, “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. al-Baqarah/2: 201). Yang dimaksud dengan kebaikan di akhirat, bagi pengarang Tafsir Jalalain, adalah surga.

Mereka yang berorientasi akhirat lebih beruntung hidupnya, karena akan dilipatgandakan pahalanya. Allah tegaskan, “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat” (QS. al-Syura/42: 20).

Menurut pengarang Tafsir Jalalain, yang dimaksud akan ditambah keuntungan di akhirat adalah akan dilipatgandakan satu kebaikan dengan sepuluh kebaikan atau malah bahkan lebih besar dari itu. Namun mereka yang berorientasi dunia akan diberikan sebagian saja tanpa dilipatgandakan. Sementara di akhirat mereka tidak mendapat apapun yang menyenangkan. Inilah keuntungan berorientasi akhirat.

Sebaliknya, Allah tandaskan, “Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi). Karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. al-Nisaa/4: 134). Ibnu Katsir dalam tafsirnya menulis bahwa ayat ini ditujukan kepada orang munafik yang hanya mengejar materi dunia saja. Tentu mereka merugi.

Memang mereka yang hanya menghendaki kehidupan dunia saja, Allah akan berikan. Namun pemberian ini menjadi semacam pembiaran (istidraj). Allah berfirman, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan” (QS. Hud/11: 15).

Mengapa dikatakan sebagai pembiaran (istidraj)? Inilah penjelasan Allah secara eksistensial yang tak bisa disangkal, “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Hud/11: 16). Lagi-lagi, kian nyata bahwa berorientasi akhirat lebih menguntungkan.

Terakhir, Imam al-Muhasibi memberi petuah agar hidup berorientasi akhirat, yakni berpegang teguh kepada adab, menjauhi perangkap nafsu, berbuat untuk hari berbangkit, melempar angan-angan, bersikap lemah-lembut, dan menjadikan dunia sebagai instrumen menuju akhirat. Termasuk terus berikhtiar, karena tempat istirahat orang beriman di surga.*

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button