Kegiatan Study Tour Dilarang, Pendapatan PO Bus Pariwisata Turun 50%

51
Terlihat jejeran bus pariwisata yang minim beroperasi pasca larangan study tour.

Margonda | jurnaldepok.id
Kebijakan larangan study tour bagi anak sekolah di Jawa Barat berdampak besar pada usaha penyewaan bus. Salah satunya pelaku usaha PO Bus pariwisata Piknik Bus yang terpaksa kehilangan omzet hingga 50 persen.

Pelaku usaha PO Bus Piknik, Rahmat mengatakan, pasca adanya larangan study tour bagi anak sekolah di Jawa Barat berakibat pada tidak adanya sekolah yang menyewa bus di tempatnya. Dampaknya, pendapatannya turun drastis hingga 50 persen.

Menurutnya ini menjadi hal serius karena mengancam keberlangsungan usaha.

“Menurut saya kebijakannya kurang tepat. Bukan soal wajib atau tidak, tapi jangan sampai dilarang total. Karena bukan hanya study tour, ada juga kegiatan wisata edukasi dan field trip,” katanya, Rabu (23/7/2025).

Sebelum adanya kebijakan tersebut, Piknik Bus bisa mengangkut rombongan, termasuk dari sekolah-sekolah hingga 25 kali dalam sebulan. Tapi kini hanya bisa 15 kali saja, bahkan bisa serendah 7 kali per bulan.

“Kalau kita masih bisa jemput yang wilayah Jakarta gitu. Mungkin teman-teman yang berada di wilayah Bandung, Sumedang, Cianjur Sukabumi, daerah pinggiran khususnya, mereka lebih berdampak, karena mereka tidak mungkin jemput tamu di Jakarta,” jelasnya.

Dia mengatakan, penurunan pendapatan drastis tidak hanya menekan arus keuangan kantor, tapi juga mengancam keberlangsungan sumber daya manusia dalam perusahaan.

Dia menyebut rencana pengurangan 50 persen karyawan akan segera dilakukan karena biaya operasional tak lagi mampu menutupi pengeluaran rutin. Dengan adanya larangan ini, dampaknya akan ada pengurangan karyawan.

“Kita sudah berusaha bertahan, cuma karena kebijakannya masih sama dan nggak ada perubahan, bulan ini kita akan melakukan pengurangan karyawan,” katanya.

Sementara itu, untuk biaya perawatan armada dan cicilan kendaraan tetap berjalan. Menurutnya kebijakan ini lebih parah dampaknya dibanding saat pandemi lalu. Rahmat menuturkan, masa pandemic lalu masih ada bank atau leasing memberi relaksasi.

Namun untuk saat ini tidak ada keringanan sama sekali.

“Nah untuk sekarang mereka tidak memberikan gitu, jadi itu sangat berdampak dengan kita yang usahanya merintis, usaha yang masih meminjam modal ke bank,” paparnya.

Dia berharap kebijakan larangan study tour tidak diberlakukan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem pelaku usaha.

“Harapan sebagai pelaku pariwisata sih kita bisa duduk bersama dengan pemangku kebijakan ya, Gubernur khususnya yang mengkaji ulang dengan peraturan yang melarang gitu, jadi
ada win-win solution,” katanya.

Ia menyarankan agar kegiatan wisata edukatif tetap diizinkan dengan syarat tertentu. Contohnya mungkin sekolah boleh melakukan study tour tapi dengan aturan yang harus dipatuhi gitu.

“Dengan kendaraan yang layak, dengan perizinan yang ada dan tidak mewajibkan kepada siswa yang benar-benar tidak mampu atau dengan sistem subsidi,” ujarnya.

Rahmat menegaskan seharusnya ada komunikasi antara pemerintah dengan pelaku usaha. Jika pemerintah mau membuka ruang diskusi, pelaku usaha siap beradaptasi dan mendukung kebijakan tanpa harus mengorbankan penghidupan ribuan pekerja di sektor pariwisata dan transportasi.

“Nah dengan komunikasi tersebut kita sebagai pelaku wisata pun bisa memahami, bagaimana solusinya gitu kan. Tidak berstatement yang memukul rata semua tidak boleh,” pungkasnya. n Aji Hendro

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here