

Margonda | jurnaldepok.id
PT Petamburan Jaya Raya keenam kalinya berhasil memenangkan sengketa lahan Pasar Kemiri Muka, diharapkan keputusan tersebut untuk dihormati semua pihak.
Demikian dikatakan kuasa hukum PT Petamburan Jaya Raya, Romulo Silaen terkait hasil putusa kemenangan PT Petamburan Jaya terhadap perlawanan pedagang Pasar Kemirimuka di Pengadilan Negeri Kota Depok.
“Kasus ini bergulir sejak tahun 2008, ketika itu PT Petamburan Jaya Raya menggugat Pemerintah Kota Depok, BPN Depok dan pihak-pihak lainnya terkait dengan sengketa lahan Pasar Kemiri Muka,” ujarnya, kemarin.


Ia mengatakan, PT Petamburan Jaya Raya memenangkan perkara tersebut dari tingkat PN, PT, Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
“Semua tingkatan peradilan memenangkan gugatan PT Petamburan Jaya Raya,” paparnya.
Dikatakannya, perlawanan pertama diajukan oleh Persatuan Pedagang Pasar kemiri Muka (P3-KM) pada tahun 2015. Perlawanan tersebut kandas, dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Negeri Depok.
Kemudian pada tahun 2018, tepatnya 11 April 2018, dengan nomor register perkara 81/Pdt.Plw/2018/PN.Dpk, kembali diajukan perlawanan oleh Mulyadi, CS yang mengaku sebagai pedagang dan pemilik bangunan pada lahan Pasar Kemiri Muka tersebut.
“Tanpa dasar kepemilikan yang jelas, akhirnya perlawanan itu pun kembali kandas, kali ini Pengadilan Negeri Depok sudah menjatuhkan putusan dalam pokok perkara. Menolak perlawanan para Pelawan, begitu bunyinya,” katanya.
Menyatakan Perlawan yang tidak beritikad baik, menyatakan sah dan berharga sita eksekusi sebagaimana penetapan Ketua Pengadilan Negeri Depok tanggal 21 Juni 2016, demikian bunyi selanjutnya yang memperkuat posisi PT Petamburan Jaya Raya sebagai pemilik yang sah hak atas tanah dan bangunan tersebut.
“Dari hasil putusan itu tentunya kami dari PT Petamburan Jaya mengharapkan mereka menghormati isi putusan yang sudah berkali-kali memenangkannya tersebut, dan berharap tidak ada lagi upaya hukum yang sejatinya hanya untuk memperlambat proses eksekusi, karena diajukan tanpa dasar yang jelas dan mengganti pemerannya saja,” ungkapnya.
Romulo menambahkan awal sengketa ini berawal pada tahun 1987 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, khususnya di wilayah Kotip Depok (yang sejak tahun 1999 berubah menjadi Walikotamadya Depok), perlu adanya pengadaan pasar tradisional yang memadai.
Atas alasan tersebut, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor bekerjasama dengan PT Petamburan Jaya Raya mengadakan kesepakatan atau perjanjian kerja sama untuk membangun pusat perbelanjaan di Kota Administratif Depok, yang dituangkan dalam Surat Perjanjian No. 644.1/04/PRJN/Huk/1987 tertanggal 27 Februari 1987 dengan 2 kali perubahan/Addendum perjanjian masing-masing No. 644.1/11/PRJN/Huk/1987 tanggal 16 Desember 1987 dan No. 644.1/09/PRJN/Huk/1988 tanggal 3 Oktober 1988.
Bahwa pembiayaan atas proyek pembangunan pasar tersebut termasuk pembebasan lahan seluruhnya dibiayai oleh PT Petamburan Jaya Raya.
Didalam perjanjian tersebut disebutkan didalam pasal 6 Surat Perjanjian No. 644.1/04/PRJN/Huk/1987 tertanggal 27 Februari 1987 yang pada intinya bahwa penjualan hak pakai kios/los kepada pihak ketiga (pedagang) dilakukan dengan cara tunai atau cicilan selama 24 bulan dan pembayarannya melalui mekanisme kredit bank.
“Pada tanggal 22 Agustus 1989, PT Petamburan Jaya Raya telah menyelesaikan seluruh pekerjaan pembangunan Pasar Baru Kemiri Muka dan kemudian para pedagang menempati pasar tersebut untuk berjualan/berdagang tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari PT Petamburan Jaya Raya. Mekanisme kredit yang telah diatur didalam perjanjian tersebut, tidak pernah terlaksana,” jelasnya.
Bahwa atas hal tersebut, sbungnya, pada 21 Juni tahun 1990 PT Petamburan Jaya Raya telah mengajukan somasi atau teguran kepada Pemerintah Kabupaten Bogor, akan tetapi Pemerintah Kabupaten Bogor tidak merespon dan membiarkan para pedagang berjualan tanpa membayar hak pakai kios dan los tersebut kepada PT Petamburan Jaya Raya, sehingga investasi yang telah dilakukan PT Petamburan Jaya Raya untuk membeli dan membebaskan lahan serta membangun pasar sama sekali tidak kembali.
“Hingga saat ini klien kami PT Petamburan Jaya Raya belum pernah melakukan serah terima hak atas tanah tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dikarenakan masih ada sengketa, sehingga serah terima yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor kepada Pemerintah Kota Depok pada tahun 1999 ketika terjadi pemekaran wilayah adalah tidak sah,”katanya.
Sertifikat HGB No.64 dikatakannya masih atas nama PT Petamburan Jaya Raya.
Bahwa atas dasar serah terima tersebut, Pemerintah Kota Depok mengklaim bahwa tanah tersebut adalah tanah negara, padahal sama sekali tidak dapat dibuktikan bahwa PT Petamburan Jaya Raya telah melakukan serah terima hak atas tanah tersebut. n CR1-JD

