Oleh: KH Syamsul Yakin
Dai LDDA Kota Depok
Di dalam al-Qur’an setidaknya ada tiga frasa yang mengacu pada makna bidadari. Pertama, “qashirat al-tharfi”, seperti pada ayat, “Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya” (QS. al-Rahman/55: 56). Kedua, “hurun ‘iin”, seperti firman Allah, “Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli” (QS. al-Waqiah/56: 22).
Ketiga, “khairatun hisan”, seperti makna ayat, “Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik” (QS. al-Rahman/55: 70).
Secara umum para bidadari itu adalah para istri. Misalnya dalam bahasa al-Qur’an, “Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bersandaran di atas dipan-dipan” (QS. Yasin/36: 56). Ibnu Katsir memperindah makna istri-istri dalam ayat ini menjadi para permaisuri.
Menurut al-Thabari, para bidadari itu diperuntukkan bagi mereka yang takut saat berjumpa dengan Allah untuk dihisab. Para bidadari itu menghuni empat surga untuk menemani para penghuni surga, yakni dari kalangan al-Muqarrabun dan Ashabul Yamin.
Tampaknya, makna “khairatun hisan” dalam ayat di atas dimaknai secara seragam oleh pengarang Tafsir Jalalain, al-Maraghi, al-Thabari, Ibnu Katsir, dan al-Zuhaili. Menurut mereka, kata “khairatun” merujuk pada kecantikan akhlak dan “hisan” mengacu pada kecantikan fisik.
Kategorisasi dua kecantikan ini memenuhi ekspektasi para penghuni surga dimana para bidadari surga itu berbeda dengan bidadari dunia. Bidadari dunia banyak yang cantik secara fisik tapi tidak semua cantik akhlaknya. Kelengkapan inilah yang membuat panorama surga jadi kian indah, seperti terus-menerus dideskripsikan dan dipromosikan oleh Allah dalam berbagai ayat dan surah.
Selanjutnya dalam hadits shahih diinformasikan bahwa setiap penghuni surga mendapat dua bidadari. Nabi bersabda, “Kemudian dia (penghuni surga) masuk rumahnya lalu dua bidadari surga masuk menemuinya, kemudian mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu”. Lalu laki-laki itu berkata, “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku” (HR. Muslim).
Namun bagi para syuhada disiapkan 70 bidadari. Nabi bersabda, “Bagi orang yang mati syahid di sisi Allah ada enam keutamaan, (salah satunya), dia dinikahkan dengan 72 “hurun ‘iin” (para bidadari bermata jeli)” (HR. Ahmad)
Inilah nikmat Allah yang tak terhitung banyaknya. Sudah sepantasnya manusia dan jin bersyukur atas kemurahan Allah. Seperti pada ayat-ayat sebelumnya, untuk membimbing manusia dan jin agar selalu bersyukur, Allah mewanti-wanti, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 71).*