Kota Kembang | jurnaldepok.id
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok saat ini tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah Kota Depok tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2013 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman oleh Pengembang di Kota Depok.
Raperda tersebut tak lain untuk mengawasi pengembang perumahan yang ada di Depok untuk memenuhi kewajibannya menyediakan serta menyerahkan sarana dan utilitas perumahan dan pemukiman termasuk di dalamnya fasos fasum.
“Ini menjadi suatu masalah, maka dibentuklah pansus tentang PSU ini. Dalam pembahasan di pansus nanti tentu ada koordinasi dengan OPD, pansus dan pihak terkait. Nanti kami akan cek ke lapangan terkait fasos fasum pengembang yang belum diserah terimakan,” ujar Hendrik Tangke Allo, Ketua DPRD Depok, kemarin.
Ia menambahkan, fasos fasum yang dikeluarkan nantinya menjadi asset pemerintah daerah. Dibentuknya pansus tersebut, kata dia, karena pihaknya melihat ada kelemahan terkait hal itu (pengadaan fasos fasum,red).
“Kalau pengembangnya kabur, warga atau penghuni bisa menandatangani penyerahan fasos fasum nya. Mereka musyawarah dan mendiskusikan hal itu lalu tandatangani kesepakatan bersama bahwa fasos fasum itu diserahkan kepada pemerintah,” paparnya.
Dijelaskannya, para pengembang wajib memenuhi aturan untuk menyerahkan lahan fasos fasum kurang lebih 20 persen dari luas lahan perumahan.
Menanggapi hal itu, Walikota Depok, Mohammad Idris mengatakan pihaknya akan serius dalam membahas Raperda tersebut
“Di dalam pembahasan kami akan arahkan juga harus ada semacam sanksi admistrasi, termasuk bangunan yang sudah berdiri tapi tidak memiliki IMB. Meskipun masuknya ke IMB tapi tidak apa-apa disyarat nanti bisa dijelaskan di Perwal,” tandas Idris.
Ia mencontohkan, ketika ada bangunan eksisting tidak memiliki IMB pihaknya memberikan kebijakan untuk pemilik mengurus IMB dalam waktu satu tahun sampai selesai dengan disertai sanksi. Jika dalam satu atau dua tahun IMB itu tidak dibuat, kata dia, maka bangunan itu harus dibongkar.
“Di Perda harus jelas mengatakan itu, kalau tidak maka kami tidak memiliki kekuasaan dan otoritas. Untuk bangunan lama yang belum mneyarahkan fasos fasum akan dimasukkan dalam Perda, sementara ini kebijakan kami ketika pengembangnya sudah tidak ada RT, RW dan LPM bisa mengajukan ke pemerintah untuk menyerahkan fasos fasum sesuai dengan site plain yang sudah dibuat,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Pemerintah Kota Depok memiliki hak secara paksa meminta fasos fasum kepada pengembang yang masih ada.
“Kalau tidak ia menyalahi undang undang dan bisa kami blacklist. Kadang perda ini tidak memiliki sanksi, namun ke depan setiap perda harus punya sanksi agar kuat. Bisa jadi sampai pencabutan izin,” pungkasnya. n Rahmat Tarmuji