UP Bantah Komersialisasi Biaya Pendidikan

224

Margonda | jurnaldepok.id
Pihak rektorat Universitas Pancasila angkat bicara terkait aksi demo yang dilakukan mahasiswanya pada Rabu (2/5). Tiga tuntutan mahasiswa antara lain kebijakan pembayaran paket uang kuliah, komersialisasi biaya pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan buruh yang bekerja di UP.

Menanggapi hal tersebut Wakil Rektor 3 Universitas Pancasila Agus Purwanggana mengatakan terkait penetapan pembayaran uang kuliah sudah ditetapkan tahun 2014. Menurutnya pada saat masuk dan menjadi mahasiswa, mereka membuat surat pernyataan bahwa akan mengikuti ketentuan yang ada di kampus.

“Sistem pemaketan itu kan untuk penjaminan mutu. Mahasiswa harus lulus sesuai dengan waktu,ini tuntutan dari Kemenristek Dikti. Kami juga harus lapor ke Kementrian berapa mahasiswa yang lulus tepat waktu dan itu disepakati saat mereka masuk,” ujarnya kemarin.

Ia mencontohkan prinsip pemaketan di UP jika mahasiswa kuliah dan ingin menjadi misalnya sarjana hukum, biaya paket nya Rp 80 juta.

“Rp 80 juta itu dibagi di 8 semester. Setiap semester ada 18 SKS karena standar kelulusan itu 144 SKS. Dengan adanya sistem perpaketan, mahasiswa akan semakin terpacu menyelesaikan kuliah tepat waktu. Misalnya 18 SKS dengan indeks prestasi 2 , kalau kita memfasilitasi anak yang IP nya 1 bagaimana dengan mutu kita. Ini berlaku di semua perguruan tinggi. Kalau di universitas negeri istilahnya UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang tiap semester bayar Rp 10 juta, ” paparnya.

Pihaknya pun sudah memberikan solusi. Misalkan, lanjutnya, mahasiswa tidak menyelesaikan, solusi nya di semester 9 dan 10 dibebaskan biaya SKS.

“Kita tidak ingin mahasiswa lulus sampai 7 tahun meskipun masa studinya boleh sampai 7 tahun. Sekarang yang dibawah IP nya dua boleh mengambil 18 SKS tapi mahasiswa yang IP nya lebih dari 2 ambil diatas 18 SKS dan IP nya 3 boleh ambil 24 SKS dengan tujuan supaya bisa lulus lebih cepat. Kalau lulus lebih cepat kan yang untung mahasiswa nya,” jelasnya.

Dirinya menuturkan jika kebijakan paket biaya tersebut sudah disampaikan ke masing-masing dekan. “Pada saat rapat hal tersebut sudah disampaikan ke dewan. Bahwa itu menjadi tanggungjawab dekan untuk sosialisasi ke mahasiswa. Kebijakan itu sudah disampaikan sejak awal,” tutur Agus.

Ia mengatakan Rektor UP bersedia bertemu dengan mahasiswa untuk membicarakan hal tersebut. “Kalau ingin ketemu pak Rektor disampaikan dulu point apa yang mau dibicarakan dan perwakilan nya siapa saja. Tidak mungkin audiensi terbuka nanti tidak terkontrol, ” ucapnya.

Terkait tuntutan lain yakni komersialisasi pendidikan, pihaknya membantah hal tersebut. Menurutnya biaya pendidikan terdiri dari 70 persen dari mahasiswa dan 30 persennya dari pihak kampus.

“Kita tidak komersialisasi, karena biaya pendidikan 70 persen dari mahasiswa, 30 persennya universitas. Kami mengupayakan pendanaan dengan cara mencari sumber dana lain,” katanya.

Disinggung mengenai uang sumbangan yang dikeluhkan mahasiswa, pihaknya tidak menampik hal tersebut. “Uang sumbangan itu dibayar saat baru masuk menjadi mahasiswa. Silahkan yang mau bayar Rp 1 juta atau berapa pun, asalkan sesuai kemampuan. Uang tersebut diperuntukan untuk penelitian. Intinya itu sudah dikembalikan ke mahasiswa untuk membantu kegiatan-kegiatan.
Kalau transparansi itu sudah terinci kok di SK penjelasannya ada misalnya semester satu berapa, biaya operational berapa,” pungkasnya.nNur Komalasari

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here