



Oleh: KH Syamsul Yakin
Wakil Ketua Umum MUI Kota Depok
Peran dan fungsi masjid itu berbeda bagi setiap orang. Peran masjid adalah bagian yang harus dimainkan seseorang di masjid baik sebagai jamaah maupun pengurus masjid. Sedangkan fungsi masjid adalah tujuan dan kewajiban seseorang yang harus dilakukan di masjid seperti beribadah, baik shalat lima waktu maupun belajar agama. Terkadang peran dan fungsi masjid diangap sinonim.
Secara etimologi, makna kata masjid yang terurai dalam al-Qur’an adalah tempat sujud. Padahal tempat sujud dalam morfologi Arab adalah “masjad” bukan masjid. Setidaknya itu yang diungkap, misalnya, oleh Ibnu Mandzur dalam Lisan al-Arab.


Secara terminologi, masjid adalah tempat beribadah, terutama shalat lima waktu secara berjamaah, yang memasukinya dinilai sebagai iktikaf dan berpahala besar. Namun masjid juga bisa untuk pergumulan sosial.
Berdasar kedua pengertian ini, ada dua fungsi masjid. Pertama, sebagai sarana ibadah ritual seperti shalat, zikir, belajar al-Qur’an dan memperdalam agama (tafaqquh fiddin). Kedua, sebagai sarana ibadah sosial, seperti pemberdayaan ekonomi, budaya, politik, dan keamanan. Setidaknya, secara sosio-historis, kedua fungsi ini telah dipraktikkan oleh Nabi SAW di Madinah.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam al-Munabbihat mengutip perkataan Ka’ab al-Ahbar bahwa benteng bagi kaum mukmin agar tak terpedaya oleh tipu muslihat setan itu ada tiga, yaitu masjid, berzikir kepada Allah dan membaca al-Qur’an.
Menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad, benteng adalah satu tempat yang tinggi yang dapat menghalangi musuh. Dalam konteks ini adalah setan. Masjid dapat menjadi benteng dari setan karena masjid adalah tempat berzikir.
Imam Bukhari dan Imam Muslim menuliskan dalam kitab hadits mereka sabda Nabi SAW ihwal tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, salah satunya orang yang hatinya terpaut dengan masjid.
Jalaluddin al-Suyuthi dalam Lubab al-Hadits mengutip hadits SAW yang diriwayatkan Imam Abu Nu’aim: “Masjid adalah rumah bagi setiap orang yang beriman”. Menurut Syaikh Nawawi dalam Tanqih al-Qaul itu artinya bahwa setiap orang memiliki hak terhadap masjid.
Misalnya setiap orang memiliki hak untuk mendapat pendidikan yang dilakukan di masjid. Baik pendidikan akidah, ibadah, akhlak, muamalah, termasuk siyasah. Tentu secara teologis ini bagian dari memakmurkan masjid yang diperintahkan Allah SWT.
Allah berfirman, “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah …” (QS. al-Taubah/9: 18). Dalam riwayat Imam Ahmad, Nabi SAW bersabda: “Jika kamu melihat orang yang rajin ke masjid maka persaksikanlah ia sebagai orang beriman”.
Nabi SAW bersabda, “ ….sebaik-baik tempat duduk adalah masjid” (HR Imam al-Thabrani). Dalam konteks ini, di masjid para pemuda bisa melakukan aktifitas pendidikan. Apalagi jika kita memprakarsai sendiri kegiatan pendidikan berbasis masjid tersebut.
Sebagai benteng pendidikan, di masjid bahkan diperbolehkan membawa anak kecil. Ini diisyaratkan dalam sebuah hadits Nabi SAW riwayat Imam Muslim dari Abu Qatadah al-Anshari ihwal putri Zainab yang berada di bahu Nabi SAW saat beliau menjadi imam shalat.
Nabi SAW juga bersabda, ” … dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu masjid untuk membaca al-Qur’an dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketenteraman untuk mereka, rahmat akan menyelimuti mereka …” (HR Muslim).

