



Oleh: Yakub Hendrawan Perangin Angin
yakub_9917922005@mhsunj.ac.id
Mahasiswa Program Doktor-Prodi Ilmu Manajemen Konsentrasi Manajemen Stratejik, Universitas Negeri Jakarta-2022/2023
Fakta dan fenomena baru-baru ini menunjukkan bagaimana tata kelola perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari harapan. Beberapa berita mengabarkan bahwa: 23 PTS ditutup, Kemendikbud ingatkan jangan salah pilih kampus (Kompas.com, 9 Juni 2023), dan berita lainnya “Puluhan kampus swasta ditutup Kemendikbud, bagaimana Nasib mahasiswa? (BBC News Indonesia, 14 Juni 2023).”
Sumber berita perguruan tinggi yang ditutup dan dicabut ijinnya mengisyaratkan bahwa masih banyak perguruan tinggi di Indonesia yang belum bermutu, tidak memenuhi standar bahkan jauh dari unggul apalagi untuk menuju World Class University.


Salah satu akar permasalahan tentunya adalah belum banyak dan meratanya diperankannya Kepemimpinan Stratejik di lingkungan institusi perguruan tinggi. Pemahamaman konsep manajemen stratejik dan keunggulan stratejik bagi seorang pemimpin perguruan tinggi sangat penting bahkan dapat dikatakan merupakan kompetensi utama yang harus dimiliki pemimpin karena akan mempengaruhi kehidupan perguruan tinggi.
Tuntutan bagi pemimpin perguruan tinggi adalah kesediaan untuk melatih diri agar selalu berpikir strategis, dan selalu konsisten menerapkan kepemimpinan stratejik dalam memimpin organisasi, serta membagikan pemahaman konsep manajemen stratejik dan keunggulan stratejik dalam lingkungan perguruan tinggi serta interested parties-nya secara terus menerus.
Dalam beberapa dekade terakhir ini intitusi perguruan tinggi telah mengalami perubahan yang sangat cepat bahkan fundamental seiring dengan terjadinya perubahan lingkungan bisnis yang berubah cepat dan dapat dikatakan ada dalam persaingan yang luar biasa (hypercompetitive) yang melahirkan kebutuhan baru dalam teknik manajemen, terutama pada perspektif manajemen puncak yang kepemimpinan dalam pengelolaan organisasinya dituntut tidak saja harus piawai dalam efisiensi, tetapi juga harus dapat melaksanakan manajemen yang efektif dalam lingkungan yang berubah sangat cepat.
Setiap organisasi perguruan tinggi dihadapkan kepada dua jenis lingkungan, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin besar suatu organisasi, makin kompleks pula bentuk, jenis, dan sifat interaksi yang terjadi dalam menghadapi ke dua jenis lingkungan tersebut.
Salah satu implikasi kompleksitas itu ialah proses pengambilan keputusan yang semakin sulit dan rumit. Untuk itulah diperlukan Kepemimpinan Stratejik. Kondisi VUCA (volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity) adalah keniscayaan, baik karena dipicu oleh perkembangan cepat teknologi maupun pandemik selanjutnya sebagai dampak ketidakseimbangan ekologis yang semakin akut.
Dalam kondisi ketidakpastian abadi, peran pemimpin menjadi semakin signifikan dan sentral, dan menjadi salah satu cara untuk menciptakan momen kejelasan dan fokus. Revolusi Industri 4.0 tidak hanya berpotensi luar biasa dalam merombak industry perguruan tinggi, tetapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan manusia.
Revolusi industri ke-4 ditandai dengan revolusi digital. Dipicu oeh mobile internet, sensor yang lebih kecil dan cepat, serta murah, artificial intelligence, dan machine learning. Pada era ini salah satu inovasi utamanya adalah adanya pemanfaatan Internet of Thing (IoT) berbasis Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Drone Operation Centrel, Bid Data hingga rencana pengembangan virtual workers.
Perkembangan revolusi industri 4.0 membawa dampak besar bagi perkembangan dan kemajuan perekonomian dan peradaban sehingga perlu strategi untuk memaksimalkan potensi Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu, para pemimpin perguruan tinggi harus proaktif, mengantisipasi perubahan, dan melakukan penyempurnaan terus, bahkan bila perlu membuat perubahan strategi yang mendasar.
Pakar strategi dunia Henry Mintzberg, Bruce Ahlstrand, and Joseph Lampel, dalam Strategy Safari A Guided Tourthrough The Wilds of Strategic Management menyatakan bahwa:”We are the blind people and strategy formation is our elephant. Since no one has had the vision to see the entire beast, everyone has grabbed hold of some part or other and ”railed on in utter ignorance” about the rest. We certainly do not get an elephant by adding up its parts. An elephant is more than that. Yet to comprehend the whole we also need to understand the parts”, makna dari ungkapan di atas menegaskan peran sentral dari Kepemimpinan Stratejik yang merupakan tindakan yang menuntun keputusan dalam tata kelola perguruan tinggi yang unggul, karena kepemimpinan stratejik berfokus pada proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan perguruan tinggi yaitu menjadi wordl class university.
Kepemimpinan Stratejik mengombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional yang meliputi tiga tahapan dalam manajemen stratejik, yaitu perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi.
Kepemimpinan Stratejik Manajemen stratejik membantu perguruan tinggi memandang jauh ke depan kemudian merumuskan tujuan jangka panjangnya. Ini dilakukan dengan menganalisis lingkungan strategis internal dan eksternal yang meliputi kekuatan dan kelemahan diri serta peluang dan hambatan yang dihadapi untuk berhasil tiba di tujuan tersebut. Dengan menerapkan manajemen strtejik, perguruan tinggi akan memperoleh keunggulan kompetitif guna menaklukan pesaing dan menguasai pasar. Secara teknis operasional manajemen stratejik memberi panduan kepada perguruan tinggi untuk bertahan dalam lingkungan yang terus berubah.
Menurut Michael Porter seorang pakar strategi, bahwa: keunggulan kompetitif yang sustainable tidak dapat diperoleh hanya melalui efektivitas operasional. Keunggulan daya saing yang sustainable hanya dimungkinkan dapat dicapai melalui aktivitas yang tidak dapat atau sulit ditiru oleh pesaing. Perguruan tinggi dengan strategi yang baik mesti membuat pilihan yang jelas apa yang ingin dilakukan yang tidak dapat ditiru oleh pesaingnya.
Pendapat ahli stratejik, Barney menyatakan bahwa: organisasi dikatakan memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustained competitive advantage) jika organisasi melaksanakan value creating strategy yang tidak dilaksanakan secara bersamaan oleh pesaing yang ada atau pesaing potensial serta bila organisasi lain tidak mampu meniru keunggulan dari strategi termaksud.
Untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, organisasi tergantung pada sumber daya strategis (strategic resources/ strategic assets) yang bercirikan: VRIN conditions, yaitu: bernilai (valuable), langka (rare), tidak dapat ditiru (imperfectly imitable) dan tidak tergantikan (non subtitutiable), yang mana keunggulan kompetitif dan keunikan dari suatu perguruan tinggi yang sustainable hanya dapat ditumbuhkembangkan oleh perguruan tinggi jika pemimpinnya memimpin dengan Kepemimpinan Stratejik. |*

