Bakal jadi Preseden Buruk, LPPPI Kritisi Penghentian Kasus Cuci Rapor SMPN 19 Depok

778
Imam Kurtubi

Limo | jurnaldepok.id
Ketua Lembaga Pemantau Pembangunan dan Pendidikan Indonesia (LPPPI), H. Imam Kurtubi menyesalkan sikap penyidik Kejaksaan Negeri Depok yang menghentikan kasus cuci rapor SMPN 19 Depok yang terjadi pada proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2024-2025 dan sempat viral serta menjadi sorotan masyarakat.

Dikatakannya, kasus cuci rapor yang melibatkan orang tua murid dan oknum guru SMPN 19 bukan hanya melanggar norma kepatutan atau etika saja, namun menurutnya dapat dikategorikan merupakan perbuatan melanggar hukum sehingga kasus tersebut harus diselesaikan secara hukum.

“Menurut saya kasus katrol nilai rapor yang dilakukan oleh oknum guru yang bersekongkol dengan para orang tua murid itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum, yakni melakukan pemalsuan dokumen dan permufakatan jahat yang dapat menimbulkan kerugian orang lain,” ujarnya, kemarin.

Dikatakannya, pernyataan dari para pihak pelaku yang mengaku perbuatan itu dilakukan secara ‘suka sama suka’ menurut dia seharusnya tidak menggugurkan unsur pelanggaran hukum dari perbuatan tersebut.

Bahkan, sambungnya, justeru menimbulkan pelanggaran lain yakni permufakatan atau persekongkolan jahat yang dapat menimbulkan kerugian orang lain.

Dari itu, Imam berencana akan melaporkan prihal penghentian proses hukum kasus cuci rapor SMPN 19 Depok ke Jamwas Kejagung untuk mengetahui dengan jelas, apakah kebijakan Kejaksaan Negeri Depok dalam menangani kasus tersebut sudah tepat.

Dikatakannya, jika saja kasus cuci rapor 51 siswa SMPN 19 tidak terbongkar, maka dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian bagi 51 calon siswa jalur passing grade yang akan masuk SMA Negeri.

“Sebenarnya kasus ini sangat terang dan mudah dicerna termasuk oleh orang awam sekalipun, pelanggaran hukumnya sangat jelas, namun mengapa tim penyidik kok malah bilang tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus ini,” imbuhnya.

Dia menambahkan, pernyataan dari para pihak terlibat yang mengaku melaksanakan aksi cuci rapor secara ‘suka sama suka’ dan pengembalian uang oleh oknum guru pelaku cuci rapor, merupakan bukti adanya pelanggaran.

Lebih lanjut ia mengatakan, penghentian proses hukum kasus cuci rapor SMPN 19 menjadi preseden buruk bagi upaya penegakan hukum, dan tidak memberikan efek jera bagi masyarakat khususnya para orang tua murid untuk melakukan segala cara guna meloloskan keinginan agar anaknya bisa masuk di sekolah negeri.
“Jika masalah ini dianggap tidak melanggar hukum, maka bisa jadi di tahun-tahun selanjutnya kasus seperti ini akan kembali terulang, karena masyarakat menganggap perbuatan cuci rapor tidak melanggar hukum alias sah untuk dilakukan,” tegasnya.

Sementara, salah satu warga Depok, Zainul Fatah lebih menyoroti soal dampak kasus tersebut terhadap nama baik dunia pendidikan.

“Saya tidak menyikapi masalah penerapan hukum dalam kasus ini, namun saya hanya ingin mengatakan bahwa kasus cuci rapor ini telah mengotori dunia pendidikan dan secara tidak langsung mengajari anak untuk berbohong atau berbuat curang, kita berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi dimasa mendatang,” tandas Jejen sapaan akrab Zainul Fatah.

Diberitakan sebelumnya, penyelidikan dugaan kasus cuci rapor atau katrol nilai terhadap 51 alumni SMPN 19 Depok dihentikan.

Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Depok, Mohtar Arifin mengatakan, hal itu diputuskan setelah pihaknya melakukan proses penyelidikan secara mendalam. Termasuk dengan memanggil para pihak, seperti orang tua murid, guru SMPN 19, lalu guru SMAN 1 Depok yang pada saat itu disebut menerima sejumlah siswa dari sekolah tersebut.

“Hasilnya setelah kita lakukan kegiatan pemanggilan ternyata belum ditemukan adanya perbuatan melawan hukum. Akhirnya, terhadap kegiatan penyelidikan ini kami hentikan dan tidak kami lanjutkan ke tahap penyidikan,” katanya.

Dia menambahkan, dari hasil proses penyelidikan itu, orang tua siswa mengakui bahwa posisi menaikkan itu karena memang keinginan kedua belah pihak.

“Guru SMPN 19 Depok itu ingin anak-anak berprestasi bisa sekolah di tempat yang lebih baik. Posisinya memang sebagian besar yang dinaikkan berapa poin itu adalah siswa-siswa yang dianggap berprestasi,” ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, dari proses penyelidikan ini, guru yang diduga terlibat kasus cuci rapor SMPN 19 Depok itu pun telah mengembalikan sejumlah uang yang diberikan oleh orang tua para siswa.

Menurut Mochtar, tidak ada unsur paksaan ketika para orang tua memberikan uang pada pelaku. Melainkan sebagai tanda jasa atau ucapan terimakasih. Mereka intinya pada saat itu mengaku merasa terbantu karena anaknya didaftarkan ke sekolah-sekolah negeri.

“Jadi memang setelah kami cross check ke orang tua murid sebagian berterima kasih, karena memang guru-guru di sana ibaratnya membantu, khususnya membantu untuk mendaftarkan anak-anak didik ini ke sekolah berkualitas,” paparnya. n Asti Ediawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here