
Margonda | jurnaldepok.id
Pelaksanaan Razia angkot yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok dinilai tidak efektif dan hanya kegiatan seremoni semata. Pasalnya, Razia angkot diduga ilegal karena tidak melibatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Padahal aturan melibatkan PPNS tertuang dalam UU no 22 tahun 2009 tentang lalulintas angkutan jalan.
Pengurus KSU Angkot D 115 Depok Depok-Lebak Bulus, Fajar Putranto mengatakan, Razia dilakukan tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan solusi jangka panjang dan program pendukung lainnya. Dikatakan, seharusnya sebelum melakukan Razia, dilakukan terlebih dahulu sosialisasi oleh dinas terkait.
“Kami dan sopir kami belum pernah mendapatkan kegiatan sosislisasi seperti di bidang angkot,” katanya, Rabu (27/8/2025).
Dirinya mempertanyakan efektivitas razia tanpa adanya kebijakan yang berkelanjutan dengan jangka panjang. Menurutnya, usai rata-rata angkot yang sudah mencapai 20 tahun. Kondisi ini kata Fajar menjadi Tantangan tersendiri, Sementara program peremajaan armada tidak berjalan optimal.
“Usia angkot yang sudah tua menjadi persoalan, apalagi proses perpanjangan atau peremajaan kini terhenti karena kebijakan,” tegasnya.
Akibatnya, banyak kendaraan yang terjaring Razia karena tidak memiliki kelengkapan yang disyaratkan. Dia juga menyoroti seringnya perubahan kebijakan Setiap kali terjadi pergantian kepala dinas, yang menurutnya membuat pengusaha kebingungan.
“Kami para pengusaha merasa bingung dengan sistem transportasi di Kota Depok. Setiap pergantian kepala dinas, selalu ada kebijakan baru, tanpa kesinambungan dengan program sebelumnya,” ujarnya heran.
Dia berharap, dalam pelaksanaan Razia, tidak ada penahanan atau pengandangan kendaraan angkot. Menurutnya, banyak sopir yang menggantungkan hidupnya dari pendapatan harian, dan tekanan ekonomi yang mereka hadapi cukup berat.
Di sisi lain, dia menekankan pentingnya koordinasi antara Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Kabupaten Bogor, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Karena angkot di Kota Bogor juga beroperasi lintas wilayah antar kota dalam provinsi.
Sehingga yang harus Dilakukan adalah adanya revitalisasi angkot seperti yang Dilakukan di Kota Bogor dan Jakarta.
“Di Jakarta ada Angkot Jack Linggo, Bogor ada juga dan Depok belum ada,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, Perlu Dilakukan penerapan pola konversi dan reduksi. Kebijakan ini memungkinkan mereka tetap beroperasi selama menggunakan kendaraan yang telah diperbarui sesuai ketentuan dan dijalankan Bersama operator berbadan hokum.
“Prinsipnya adalah bagaimana menata agar sistem angkutan umum kita lebih baik, tanpa mengorbankan penghidupan para pelaku transportasi yang sudah lama beroperasi di lapangan,” pungkasnya. n Aji Hendro








