Oleh: KH Syamsul Yakin
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendekatan adalah sudut pandang atau cara memandang sesuatu. Pendekatan dakwah adalah cara pandang yang menggunakan dakwah sebagai alat memandang. Setidaknya pendekatan dakwah ada dua, yakni sosial dan budaya.
Dalam sudut pandang dakwah, pendekatan sosial adalah berdakwah dengan memerhatikan jalinan komunikasi dan partisipasi masyarakat dengan memahami realitas sosial yang berbeda-beda baik suku, bangsa, bahasa, dan kelas sosial. Dalam sudut pandang dakwah, pendekatan budaya adalah berdakwah dengan memerhatikan norma, nilai, dan keyakinan. Corak, nilai, dan keyakinan yang beragam dalam masyarakat membutuhkan strategi dan metode dakwah yang berbeda.
Pendekatan dakwah, baik sosial dan budaya, di dalam al-Qur’an tampak jelas dalam ayat,
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu” (QS. al-Hujurat/49: 13).
Seperti halnya al-Qur’an, realitas sosial dan budaya menunjukkan bahwa manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari Adam dan Hawa. Manusia juga berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Bangsa, bagi pengarang kitab Tafsir Jalalain, adalah tingkatan keturunan yang paling tinggi. Sementara kedudukan suku ada di bawah bangsa. Suku dalam bahasa Arab disebut kabilah.
Untuk mengikat kohesi sosial di antara bangsa dan suku yang berbeda, Nabi mengajarkan, “Pelajarilah nasab-nasab kalian untuk mempererat silaturahmi (hubungan keluarga) kalian. Sesungguhnya silaturahmi itu menanamkan rasa cinta kepada keluarga, memperbanyak harta, dan memperpanjang usia” (HR. Turmudzi).
Hadits ini diterdapat juga dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir.
Tujuan diciptakannya manusia yang berbeda-beda itu agar saling kenal-mengenal atau ta’aruf. Dalam konteks ini, dakwah memiliki peran besar untuk membentuk manusia dari ta’aruf menjadi tafahum (saling memahami satu sama lain), tadhmun (memiliki solidaritas), hingga takaful (sudi saling menanggung beban bersama). Inilah kerja pendekatan dakwah.
Tujuan tertinggi pendekatan dakwah adalah menghantarkan umat manusia bertakwa kepada Allah. “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu” (QS. al-Hujurat/49: 13). Jadi bukan keturunan dan kedudukan. Nabi tegaskan, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian” (HR. Muslim).
Terkait hal ini, Allah memerintahkan, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya. Lalu dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak” (QS. al-Nisaa/4: 1). Secara praksis, Allah mengajarkan cara bertakwa, yakni, “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS. al-Nisaa/4: 1).
Pendekatan dakwah dengan memotret realitas objektif diharapkan mampu menggugah manusia untuk kembali kepada asal semula jadi manusia yang sama, hidup di bumi yang sama, dan diharapkan semua kembali dalam keadaan bertakwa sampai akhirnya pulang ke kampung halaman Adam dan Hawa, yakni surga.*