Kota Kembang | jurnaldepok.id
Dua profesor dijadikan saksi ahli dalam lanjutan sidang hoax Babi Ngepet di Pengadilan Negeri Depok.
Dua ahli yang dihadirkan secara virtual ini adalah Prof Dr Andika Dutha Bachari, S.Pd, M.Hum. yang merupakan ahli bahasa (linguistik forensik) dan DR Drs Trubus Rahadiansyah, MS, SH yang merupakan ahli sosiologi hukum.
Kasie Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, Andi Rio Rahmat Rahmatu mengatakan, berdasarkan dari keterangan dua ahli tersebut, perbuatan terdakwa Adam Ibrahim terbukti menyebabkan keonaran.
“Berdasarkan keterangan kedua ahli yang dihadirkan di persidangan baik dari sisi bahasa dengan metodologi kajian linguistik forensik dan kajian sosiologi hukum dikaitkan keonaran dalam unsur Pasal 14 Ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, penuntut umum berkeyakinan telah terpenuhi,” ujarnya, kemarin.
Andika mengatakan, dalam persidangan itu, ahli sosiologi hukum juga menerangkan definisi dari keonaran itu sendiri.
“Menurut ahli yang kami hadirkan, keonaran di kalangan rakyat adalah situasi dan kondisi warga masyarakat yang tidak kondusif yang berbentuk kecemasan sosial, ketegangan, kepanikan, kegaduhan, kegemparan, dan kekacauan yang berpotensi menimbulkan perilaku anarki,” jelasnya.
Sehingga, kata dia, bila dikaitkan dengan kajian sosiologi hukum serta fakta perbuatan terdakwa yang menyebarkan berita bohong, yang mana perbuatan tersebut telah menyebabkan keonaran karena sampai membuat hadirnya kepolisian untuk turun membubarkan kerumunan, serta adanya kecemasan di masyarakat terkait adanya Babi Ngepet yang mana menyebabkan kegemparan.
Sementara berdasarkan keterangan dari ahli linguistik forensik, unsur keonaran juga terpenuhi kata Andi.
“Berdasarkan keterangan ahli kajian linguistik forensik, dikaitkan keonaran dalam unsur Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,” pungkasnya. n Aji Hendro