Oleh: KH Syamsul Yakin
Dosen Pascasarjana KPI FIDKOM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan tertinggi ditegakkannya syariah adalah kebaikan (maslahah). Kebaikan tersebut tidak hanya bagi kaum muslimin, tapi bagi semua manusia secara simultan. Alasannya, karena syariah itu, secara etimologis, berarti “jalan”, “aturan”, “hukum”. Ketiganya berkonotasi positif , yakni “jalan” yang baik, “aturan” yang menenteramkan, dan “hukum” yang melindungi.
Dari pengertian secara etimologis ini, muncul pengertian secara terminologis bahwa syariah adalah jalan, aturan, dan hukum yang diciptakan Allah SWT yang harus ditegakkan oleh manusia. Alasannya, karena syariah itu common law of Islam. Artinya, segala titah Allah SWT dalam al-Qur’an dan Nabi SAW dalam al-Sunnah wajib dijalani.
Dengan kata lain, syariah sebagai common law of Islam itu tidak hanya mengatur hukum-hukum ibadah manusia secara vertikal kepada Allah SWT, namun lebih jauh mengatur juga hubungan manusia dengan sesamanya secara horisontal, seperti soal perdata, pidana, dan siyasah (politik). Semuanya harus ditegakkan dengan syariah.
Namun karakter syariat itu tidak rumit, berat, dan melanggar hak-hak manusia yang asasi. Allah SWT berfirman, “Menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka” (QS. al-A’raf/7: 157).
Meminjam pendangan pengarang Tafsir Jalalain, berdasar ayat ini, syariah membuat manusia hidup sehat, karena Allah SWT melarang memakan bangkai. Begitu juga segala beban dan belenggu dibuang seperti bertobat dengan cara membunuh diri sendiri dan memotong segala benda yang terkena najis. Jadi syariah itu meringankan yang berat.
Jadi, sekali lagi itu syariah itu adalah maslahah. Argumentasi lainnya, misalnya, seperti diungkap oleh Ali al-Sayis dalam Tarikh al-Fiqh al-Islam, bahwa karakter syariah itu tidak menyusahkan, merawat kebaikan manusia, dan memanggul semangat keadilan dalam pelaksanaannya. Jadi kalau syariah Islam dilaksanakan akan muncul keadilan.
Saking menawannya syariah, sampai-sampai Mahmud Syaltut menyebut Islam hanya akidah dan syariah. Itu terungkap dari judul karyanya, Al-Islam: Aqidatun wa Syari’atun. Seperti halnya akidah, syariah bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Praksis rukun Islam yang lima berdasar syariah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan sesamanya.
Pada masa kini ada Bank Syariah Indonesia (BSI), Pegadaian Syariah, dan lembaga lainnya. Artinya semua lembaga itu dijalankan sesuai dengan “jalan” yang baik, “aturan” yang menenteramkan, dan “hukum” yang melindungi. Karakternya tidak menyusahkan, merawat kebaikan manusia, dan memanggul semangat keadilan.
Kemunculan lembaga keuangan syariah sejatinya bukan untuk memerangi sistem keuangan kapitalis yang berciri liberalisme atau untuk menyaingi sistem keuangan sosialis yang berciri materialisme, tapi untuk memberikan kebaikan buat manusia. Buktinya, praksis sistem keuangan syariah berkembang di Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa.*