Oleh: KH Syamsul Yakin
Dosen Pascasarjana KPI FIDKOM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
,Pesan sabar dalam Idul Kurban terurai indah dalam fragmen al-Qur’an, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” (QS. al-Shaffat/37:102).
Inilah pertanyaan demokratis sang ayah, Nabi Ibrahim. Ditanya demikian, Nabi Ismail menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. al-Shaffat/37:102). Jadi sekali, sabar adalah pesan utama Idul Kurban yang kita peringati pagi ini.
Dalam bahasa kita sabar berarti menahan. Menahan dalam bahasa Arab bisa berarti bermacam-macam. Syaikh al-Ghazi dalam Fathul Qarib menyebut menahan berarti “al-imsak” atau “al-Shaum” atau puasa. Kata “menahan” bagi Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin searti dengan “al-kaffu”. Jadi ada kaitan antara sabar dan puasa”.
Nabi SAW bersabda, “Puasa itu setengah sabar” (HR. Turmudzi). Pantas, sebelum berkurban, kita disunahkan untuk puasa Arafah. Esok paginya shalat. Allah SWT berfirman, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah” (QS. al-Kautsar/108: 2). Shalat di sini, dimaksudnya shalat Idul Adha, yang dinilai sebagai sunah muakadah.
Sementara itu pengarang Tafsir Jalalain membagi sabar menjadi dua. Pertama, sabar dalam taat. Maksudnya sabar dalam menjalankan segala yang diperintahkan. Sabar untuk shalat Idul Adhha di tengah pandemi, kendati dilaksanakan di rumah. Sabar tetap menyisihkan sebagian rezeki untuk berkurban dalam kondisi ekonomi belum stabil.
Kedua, sabar dalam menjalani berbagai musibah yang mendera, seperti sakit dan sulitnya mencari rumah sakit. Termasuk sukarnya menemukan pekerjaan yang tidak harus keluar rumah. Belum lagi pada saat pandemi ini seorang ayah harus sabar membimbing anak-anaknya untuk belajar dan menjaga protokol kesehatan secara ketat di luar rumah.
Seorang ibu harus menghemat sedemikian rupa pasokan makanan yang terbatas. Seorang ibu harus kreatif, inovatif, dan arif dalam kondisi pandemi yang kita harapkan segera sirna setelah Idul Adha ini. Begitu juga seorang anak, harus jadi figur anak seperti Nabi Ismail yang bersabar kendati harus menjalani titah yang sulit dari sang Ayah.
Inilah pesan utama Idul Adha tahun ini: menjadi ayah yang sabar sesabar Nabi Ibrahim. Menjadi ibu yag sabar sesabar Siti Hajar. Menjadi anak yang sabar sesabar Nabi Ismail. Kesabaran seisi keluarga ini merupakan senjata paling ampuh untuk memutus mata rantai wabah yang meluluhlantakkan segala segi kehidupan manusia.
Di samping itu, Allah SWT menjanjikan pahala tak terkira bagi mereka yang sabar. Allah SWT tegaskan, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. al-Zumar/39: 10). Yang dimaksud tanpa batas, bagi pengarang Tafsir Jalalain adalah tanpa ukuran dan tanpa timbangan.
Inilah memontum dan formula mengusir pandemi korona yang mendera, yakni sabar, shalat dan berkurban. Semoga kita bisa mengumpulkan energi sabar ini menjadi kekuatan dahsyat. Inilah seutas tali bernama Idul Kurban yang dilempar Allah SWT agar manusia bergelantungan menyelamatkan diri, keluarga, dan bangsa tercinta.*