Kota Kembang | jurnaldepok.id
Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok hingga kini masih mendalami keterangan terkait laporan atas dugaan kasus korupsi pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP).
“Jangka waktu sprint belum berakhir, kita masih harus melakukan pendalaman sebelum memberikan kesimpulan,” kata Kasi Intel Kejari Depok, Herlangga Wisnu Murdianto.
Pernyatan itu sekaligus memastikan bahwa proses pemeriksaan terkait laporan tersebut masih berjalan.
“Tidak ada yang mandek. Kejaksaan Negeri Depok independen dan profesional dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” paparnya.
Ia juga memastikan, tidak ada pihak yang bisa mengintervensi Kejari Depok.
“Karena kita berbicara alat bukti bukan opini di masyarakat. Percayakan kepada kita supaya segala sesuatu menjadi terang benderang dan tidak menyesatkan di masyarakat Kota Depok pada khususnya,”katanya.
Sementara, Afrizal salah satu nama pengusaha yang disebut sebut saat ditemui wartawan di kantornya di kawasan Pancoran Mas mengatakan dirinya baru mengetahui bahwa CV Aditya disebut dalam dugaan korupsi Dinas Damkar dari Sadar.
Dia mengatakan, saat itu dia bertemu dengan Hadi Efendi yang tidak lain masih tetangganya di Kampung Lio, Pancoran Mas.
“Gini ya, CV Aditya itu atas nama Hadi Efendi, dia kan tetangga saya. Waktu itu saya ketemu dia dan saya tanyakan mau nggak kita buat perusahaan. Ya udah kalau mau Abang (Hadi Efendi) sebut namanya dan abang (Hadi) nggak keluar duit sepeser pun. Untuk dokumen ini dari akta sampai jadi perusahaan itu semua yang keluar duit-duit kantor (saya),”kata Afrizal.
CV Aditya, kata dia, didirikan tahun 2016 dihadapan notaris. Afrizal mengakui pembuatan CV memang untuk mencari proyek pekerjaan. Kemudian dia membuat perjanjian dengan Hadi Efendi. Jika ada yang mendapatkan proyek maka ada honornya atau fee.
“Nah, kantor itu siapa? Saya pimpinannya. Saya buat aturan mainnya, duitnya lah kasarnya. Kalau Abang Hadi dapat paket ini, abang ini. Yang penting kerja bener. Kalau saya dapat paket, abang ini. Konsep sederhana. Kalau abang setuju apa nama CV-nya. Saya buatlah 2016 itu di notaris. Buat apa, ya buat dapur lah kasarnya, buat cari makan. Itulah awalnya. Jadilah dia (Hadi) direktur,”katanya.
Kemudian, Afrizal ditawari oleh Sadar untuk menjadi perusahaan penyedia sepatu PDL. Dia pun memberikan nama CV Aditya sebagai penyedia. Dengan kata lain, Sadar meminjam perusahaan bernama CV Aditya dalam tender tersebut.
“Ya saya kasih (pinjam), betul. Terus terang aja, aku lepas putus. Artinya nggak ada bagi hasil, sharing profit, nggak ada permodalan apa, hanya kebagian fee perusahaan 2,5 persen setelah potong pajak,” jelasnya.
Dari peminjaman CV tersebut, Afrizal menerima fee sebesar Rp 4 juta dan itu tidak melanggar aturan. Sedangkan, Hadi sebagai Direktur CV Aditya juga menerima fee dari tender tersebut.
“Direktur terima (fee), bagian Marketing itu 30 persen, kantor 40 persen, Direktur 15 persen, dari fee perusahaan ya dari 10 persen itu, paling Rp 800 ribuan didapatnya,” ungkapnya.
Menurut Afrizal, peminjaman CV Aditya oleh Sadar dilakukan langsung kepada dirinya bukan melalui Hadi Efendi. Namun, Hadi tetap menerima fee sebagai jabatan Direktur di perusahaan tersebut.
“Pak Sadar pinjem saya. Langsung ke saya bukan Pak Hadi. Untuk teknis pengadaan yang mengetahui Sadar. Sedangkan, dia tidak tahu karena hanya dipinjam CV-nya saja. Pak Sadar (yang tahu) masalah spek, harga satuan. Kalau saya nggak tahu. Karena saya hanya rekomendasi bendera, tidak ada menyangkut permodalan. Ya, pinjam bendera saya. Saya juga lupa nilai (proyeknya), penunjukan langsung (PL),” masih kata Afrizal. n Aji Hendro