Margonda | jurnaldepok.id
Tepat tanggal 2 Maret merupakan pertama kali Pandemi Covid-19 masuk di Indonesia. Dimana Presiden Indonesia, Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan saat itu Terawan Agus Putranto menyampaikan informasi pasien positif virus corona atau Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden menyatakan tiga orang WNI, yaitu seorang ibu dan anak di Indonesia telah positif terkena virus corona setelah berinteraksi dengan warga negara Jepang yang berkunjung ke Indonesia. Tiga warga tersebut merupakan warga di Kecamatan Sukmjaya, Kota Depok.
Tidak hanya warga, Wali Kota Depok, Mohammad Idris dan Pradi Supriatna yang saat itu menjadi Wakil Wali Kota Depok juga terkonfirmasi Covid 19.
Dimana warga Sukmajaya Maria Darmaningsih serta dua putrinya, Sita Tyasutami dan Ratri Anindyajati, diumumkan menjadi pasien Covid-19 pertama di Indonesia. Dihubungi para wartawan, Maria berbagi kisah perjuangannya menjadi penyintas Covid-19.
“Pada tahun lalu kan heboh banget, kita semua enggak mengerti itu apa, dan itu luar biasa hebohnya. Kami kan awalnya karena ngotot melapor, tapi saat melapor semuanya masih bingung menghadapi,” ujarnya, kemarin.
Dia dan dua anakanya sebagai pasien tidak diberi tahu atau apa, tiba-tiba ada pengumuman bahwa dia dan dua anaknya terkonfirmasi Covid-19. Dengan kabar dirinya yang terkonfirmasi Covid-19 ini menggegerkan masyarakat Kota Depok dan Indonesia.
“Itu kan bikin heboh seluruh Indonesia. Jadi orang-orang yang satu kompleks dengan saya saat itu juga disuruh pulang, yang kerja dan sekolah dengan saya disuruh pulang dan enggak boleh kerja atau sekolah lagi,”katanya.
Sempat dirinya mendapat kabar bahwa perkiraan pandemi Covid-19 akan berakhir pada Agustus 2020 silam.
“Saya ingat banget, waktu itu bulan Mei (2020), saya dapat Whatsapp bahwa ada perkiraan Agustus 2020 kemungkinan baru ditemukan. Saya bilang masak sih sampai Agustus. Tahu-tahu, Agustus lewat begitu saja, September juga kok terus aja. Enggak terbayang bahwa akan begini lama, sungguh,” tuturnya.
Melihat kondisi terkini, Maria cukup kecewa pada temuan warga yang merahasiakan bahwa ia telah terpapar Covid-19.
“Saya masih baca di koran bahwa sekarang yang sakit (Covid-19) masih suka diam-diam karena banyak yang tidak membantu,”katanya.
Menurut dia, itu menyedihkan karena seharusnya orang sudah belajar, bahwa bisa menangani dengan bersama-sama, kalau bisa saling bantu.
“Saya tidak bisa mengerti bahwa kemanusiaan kita malah hilang dengan Covid-19. Harusnya kan malah semakin tinggi tingkat kemanusiaannya. Saya pikir, apa ini pendidikan kita yang kurang atau apa? Belum lagi yang di-bully,”katanya.
Bully, kecaman, dan stigma negatif pun tak luput menghampiri Maria dan kedua putrinya. Ia mengaku bahwa dirinya bisa kehilangan akal sehat bila terus meladeni bully-an tersebut.
“Ketika kena Covid-19 apa sih yang salah, kok di-bully habis-habisan, memang apa sih yang bikin kita sakit? Memang kita yang minta? Saya enggak paham. Orang-orang yang sakit dan sampai tidak mau bilang ke tetangga karena nanti stigma, tidak dibantu, yang begitu-begitu nggak masuk di hati saya. Saya nggak ngerti sampai sekarang,” ungkapnya.
Maria sangat mensyukuri dirinya bisa sembuh dari virus mematikan dan masih bisa bernapas hingga saat ini. Sementara itu untuk mengantisipasi dan memutus rantai Covid-19 sejumlah pihak melakukan berbagai cara seperti menerapkan protokol kesehatan dan memberikan vaksinasi sinovac.
Data dari Pemkot Depok hingga saat ini jumlah pasien total terkonfirmasi mencapai 36.210 dengan jumlah pasien 3.321, total sembuh 32.157 dan total pasien meninggal 732. n Aji Hendro