Margonda | jurnaldepok.id
Keterlibatan perempuan dalam mengawasi pilkada punya andil besar sehingga perlu diperbanyak.
Demikian dikatakan, Ratna Dewi Pettalolo, selaku anggota Bawaslu RI saat kegiatan Sosialisasi Perempuan pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok pada tahun 2020 oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok gelar sosialisasi di Rumah Kabeda.
Ratna menyampaikan, bahwa persoalan perwakilan perempuan menjadi penting manakala dalam kehidupan sehari-hari perempuan tampak terlihat tidak secara proporsional terlibat dalam pengambilan keputusan.
Ratna meyakinkan, keterlibatan perempuan dalam mengawasi pilkada punya andil besar sehingga perlu diperbanyak.
“Salah satunya, perempuan dapat berperan membangun kesadaran masyarakat untuk menolak politik uang. Perempuan dapat ikut mencegah terjadinya pelanggaran pilkada sesuai dengan peran sosialnya masing-masing,” ujarnya.
Dirinya mencontohkan, peran pengawasan perempuan yang dilakukan merupakan bentuk gerakan secara terstuktur, sistematis dan masif (TSM). Gerakan tersebut dapat dilakukan melalui kelompok organisasi perempuan untuk memahami atau bahkan menangkap pelaku politik uang.
“Saatnya perempuan bergerak untuk masa depan demokrasi yang lebih baik, saya menchallenge Ibu-Ibu sekalian untuk membuat deklarasi yang berkaitan dengan money politics,” kata Ratna.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Depok, Luli Barlini mengatakan, pelaksanaan pilkada ditengah pandemi Covid-19 ini melahirkan berbagai peraturan baru. Salah satunya imbauan untuk menggelar kampanye yang secara daring. Hal ini dirasa Luli perlu disosialisasikan agar pilkada tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
“Diharapkan angka partisipasi perempuan dalam pengawasan bisa naik, saya ingin perempuan berperan sebagai pemilih yang aktif tidak hanya pasif,” tandasnya.
Luli mengatakan, peran dan partisipasi perempuan dalam pengawasan partisipatif secara aktif dan kritis dalam pilkada sangat diperlukan.
“Sehingga diharapkan dapat mengurangi praktik penyimpangan seperti money politics, politisasi SARA dan lainnya,” pungkasnya. n Aji Hendro