Tapos | jurnaldepok.id
Ada beberapa catatan yang mesti diperhatikan dalam simulasi itu sebagai antisipasi dalam pelaksanan vaksin salah satunya jumlah puskesmas mencukupi atau memadai untuk melaksanakan vaksinasi secara massal.
Demikian dikatakan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat melihat simulasi pelaksanaan Vaksin anti Covid 19 di Puskesmas Tapos.
Dia mengatakan, pemerintah setempat mesti memastikan jumlah puskesmas mencukupi atau memadai untuk melaksanakan vaksinasi secara massal.
“Pertama, pemerintah setempat mesti memastikan jumlah puskesmas mencukupi atau memadai untuk melaksanakan vaksinasi secara massal. Kalau tidak memadai, harus disiapkan tempat lain seperti gedung serba guna atau lapangan dalam ruang bulutangkis dan semacamnya,” ujarnya, Kamis (22/10).
Kedua, katanya, si penerima vaksin akan diperiksa kesehatannya terlebih dahulu, selain tetap mempraktikkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 seperti mencuci tangan.
“Kemudian dilakukan penyuntikan, terus ada protokol 30 menit setelah disuntik apakah ada reaksi langsung. Nah, itu juga proses. Ketiga, proses vaksinasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sedikitnya satu-dua bulan,” paparnya.
Sebab, kata dia, selain yang disuntik vaksin jumlahnya tidak sedikit, mesti disesuaikan juga dengan jumlah puskesmas atau tempat-tempat lain yang akan dimanfaatkan untuk vaksinasi massal.
“Vaksinnya itu bukan disuntik sekali, tapi dua kali. Jadi orang yang sama tadi disuntik vaksin, itu di hari ke-30, setelah dia disuntik vaksin, harus datang lagi,” katanya.
Pjs Wali Kota Depok, Dedi Supandi mengatakan, simulasi pemberian vaksin sasaran warga yang akan divaksin sebanyak 60 persen.
“Hanya saja di tahap awal baru 20 persen saja vaksin yang akan diberikan ke Depok,” tandasnya.
Dia menyebut jumlah warga yang akan divaksin sebanyak 392 ribu warga. Mereka sudah diklasterisasi oleh GTPPC Kota Depok.
“Misalnya TNI, Polri kemudian juga pengurus RT dan RW, kelurahan sampai dengan pelaku ekonomi. Sudah dipetakan seperti itu. Saat simulasi, warga yang sudah terklasterisasi datang ke lokasi. Kemudian datang ke meja registrasi dan diberikan penyuluhan,” ungkapnya.
Selanjutnya warga masuk ke ruang vaksin.
“Setelah pemberian vaksin, ada rest sekitar maksimal 30 menit sambil ditanya apakah terjadi reaksinya seperti apa. Kemudian setelah itu mereka keluar. Nanti keluar juga kami lakukan pemantauan,” tambahnya.
Dedi menegaskan tidak semua warga divaksin. Mereka yang vaksin adalah warga yang sehat saja.
“Kemudian adalah warga dengan rentang usia 18-59 tahun. Yang divaksin itu harus orang sehat. Jadi jangan berpikir yang divaksin adalah orang yang terkena atau OTG. Syarat diberikan vaksin adalah harus orang sehat. Kami maksimalkan secara identifikasi dari kesehatan 18-59 tahun,” pungkasnya. n Aji Hendro