HeadlinePemerintahan

Tahun Ini Daya Serap Anggaran PUPR Rendah

Margonda | jurnaldepok.id
Anggaran Belanja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok sebesar Rp 467 miliar ternyata tidak banyak terserap dan baru mencapai hanya sekitar 27,88 persen atau setara dengan Rp 126,4 miliar.

Kepala Dinas PUPR Kota Depok, Manto Djorghi kepada wartawan mengatakan itu saat kegiatan forum diskusi bersama di Jalan Margonda.

Dia mengatakan, anggaran dinasnya mencapai Rp 467 miliar, dimana dana itu terbagi untuk belanja tidak langsung meliputi gaji dan tunjangan pegawai 113 orang plus UPT yang totalnya Rp13,6 Miliar.

“Kemudian belanja modal terdiri dari fisik maupun non fisik yang jumlahnya dianggarkan Rp453,4 miliar,” ujarnya, kemarin.

Namun, kata dia, serapan sampai dengan 30 November 2018, hanya sekira 27,88 persen atau setara dengan Rp126,4 miliar.

“Rincian anggaran di Dinas PUPR Kota Depok yang dialokasikan Rp 453,4 miliar itu dikelola secara terinci dari beberapa bidang. Pada bidang Bina Marga Rp 72 miliar, bidang Pemeliharan Rp 24,9 miliar, itu meliputi perbaikan jalan rusak, jembatan rusak untuk biaya setahun,” paparnya.

Kemudian biaya penanganan banjir, longsor terkait bidang Sumber Daya Air, yang pagu anggaran Rp 99,8 miliar dan serapannya sampai saat ini baru 27,9 persen.
Selanjutnya yang paling besar dibidang jalan dan drainase lingkungan yang menghabiskan sekitar 53 persen dari anggaran Dinas PUPR.

“Dengan demikian serapan anggaran sampai dengan 30 November 2018 yakni 29,53 persen,” ungkap Manto.

Lebih lanjut Manto menjelaskan, pada tahun anggaran 2018 ini kegiatan fisik yang dikelola Dinas PUPR ada 1.713 paket. Itu meliputi jalan lingkungan, drainase, turap dan lain sebagainya yang terkait dengan pekerjaan umum.

Adapun data paket tersebut, kata dia, terdiri dari bidang Sumber Daya Air yang anggaranya Rp 99,8 miliar untuk membiayai 220 paket. Dana itu digunakan diantaranya untuk perbaikan jalan, drainase, jembatan dan lain sebagainya.

Dia mengatakan, banyaknya dana yang tidak terserap akibat beberapa faktor. Yang pertama, terkait dengan penyesuaian Perpres 2018 No 16 yang menyangkut aturan terkait masalah pejabat penerima hasil pekerjaan.

“Dulu yang menerima langsung habis disitu, tapi sekarang yang bertanggungjawab pejabat pembuat komitmennya. Jadi ada format-format yang harus menjadi acuan. Nah itu baru dibuat darurat pada bulan Oktober,”katanya.

Sampai dengan Oktober dan November tahun ini, Manto mengklaim ada lebih dari 50 persen proyek yang direncanakan sudah terlaksana di lapangan. Pada tahun anggaran 2018 ini, bentuk dokumen pelaksanaan anggaran atau yang disebut DPA berbeda dengan tahun 2017.

“Pada tahun 2018 ini di dalam DPA itu sudah rijit, sudah ada lotusnya kemudian sudah ada volume dan sudah disebutkan jenis konstruksinya. Nah ketika teman-teman mau melaksanakan dilapangan, ternyata ada masalah tekhnis,” katanya.

Masalah tersebut, dicontohkan Manto, biasanya adalah soal pengerjaan jalan. Masyarakat yang tadinya ingin jalanannya di aspal ternyata memilih untuk dicor atau disemen.

“Persoalan kemudian muncul, kalau enggak dicor, ditolak. Akhirnya kami mundur satu langkah. Nah itu tidak bisa langsung mengubah begitu saja butuh waktu,” jelasnya.

Perubahan DPA sendiri, lanjutnya, harus melalui tahapan dan ada mekanisme yang mengatur di dalamnya. Dan biasanya ini membutuhkan proses lebih dari satu bulan.

“Kurang lebih kami mengajukan pergeseran empat kali. Selama saya menjabat di PUPR ini paling banyak. Kalau tidak mengikuti aturan kami salah. Permasalahan lapangan ada penolakan segelintir orang, kasihan warga yang enggak menolak. Yang menolak itu kebanyakan oknum warga, mungkin kurang puas terhadap pendekatan yang dilakukan lalu melakukan provokasi,” pungkasnya. n CR1-JD

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button