Kota Kembang | jurnaldepok.id
Carut marut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) seolah menjadi momok tahunan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Kota Depok. Terlebih, saat ini pemerintah kota ‘dipaksa’ harus tunduk pada peraturan pemerintah pusat dan provinsi dalam proses PPDB.
Padahal, sejak otonomi daerah diberlakukan pada 1999 lalu, sesungguhnya daerah berhak untuk mengatur segala persoalan rumah tangganya sendiri tak terkecuali masalah pendidikan. Walikota Depok, Mohammad Idris pun rupannya tidak bisa berbuat banyak dan ogah mencampuri kebijakan PPDB tersebut.
“PPDB SMA/SMK ini aturannya ada di provinsi, yang tidak berkoordinasi ke kami sebelumnya. Kami tidak tahu menahu masalah itu,” ujar Idris kepada Jurnal Depok.
Namun begitu, Idris mengaku jika proses PPDB tingkat SMP pihaknya mendapat arahan dari PP tentang pendidikan masalah zona.
“Ketika ada anak bersaing dari sisi NEM bagus dan mendaftar pada sekolah yang sama, itu dilihat zoananya. Kalau anaknya tidak tinggal di kelurahan di tempat ia mendaftar, itu akan dikalahkan karena kena zonasi. Karena itu sudah arahan dari pusat. Depok normatif saja ikut pemerintah pusat,” paparnya.
Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Pradana Mulyoyunanda juga merasa perlu mengevaluasi system zonasi. Sama dengan Idris, Pradana juga menyoal terkait siswa yang pandai dan memiliki nilai bagus namun dikalahkan oleh system zonasi.
“Ada ketidakadilan dengan zonasi, saya melihat tidak adil. Kenapa, ternyata penerapannya tetap menggunakan skor dan bisa gugur di tengah jalan gara-gara ada yang lebih tinggi lagi nilainya,” tandasnya.
Selain itu Pradana juga menyorot terkait beberapa kuota yang mencapai sekian persen. Dirinya berjanji akan menindak tegas jika ada anggota Komisi D yang bermain dalam PPDB.
“Kuota yang beberapa persen itu harus jelas, jangan ada penyelewengan,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika di tengah pelaksanaan ditemukan kecurangan dari pihak sekolah, baik dari kepala sekolah maupun guru akan ditindak dan diberi sanksi.
“Untuk sanksinya mulai dari peringatan tertulis hingga pengajuan untuk pemecatan,” katanya.
Sebelumnya Wakil Walikota Depok, Pradi Supriatna dan Ketua DPRD Depok, Hendrik Tangke Allo mengaku tidak puas dengan system PPDB yang diterapkan tahun ini.
“Dipikir saya puas?, saya nggak puas lah dengan system yang sekarang ini. Ini kan otonomi daerah, seharusnya daerah yang kelola itu,” ujar Pradi kepada Jurnal Depok, Kamis (13/7).