Komisi C Ultimatum BLP

272

bhl2-h-iing-hilman

Kota Kembang | Jurnal Depok

Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Depok secara tegas mengultimatum Badan Layanan Pengadaan (BLP), agar lebih slektif dan professional dalam melakukan seleksi terhadap perusahaan yang akan mengikuti tender proyek di Kota Depok.

 

“Pihak BLP harus lebih berhati-hati dalam menyertakan peserta lelang, karena ada proses verifikasi. DI BLP itu ada yang namanya Adpem bagian admistrasi khusus verifikasi perusahaan peserta lelang,” ujar H Iing Hilman, Anggota Komisi C DPRD Depok, Kamis (22/9).

 

Setelah diverifikasi dan memenuhi syarat, kata dia, baru ditingkatkan ke LPSE dan diperbolehkan mengikuti lelang dan menjadi anggota LPSE. Jika lolos LPSE, lanjutnya, baru masuk ke bagian PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).

 

“Semuanya harus mengikuti verifikasi, yang awal itu di Adpem, dan Adpem harus hati-hati dalam melakukan verifikasi setiap anggota lelang. Verifikasi berupa admistrasi perusahaan, apakah perusahaan itu bisa memenuhi syarat untuk mengikuti lelang atau tidak,” paparnya.

 

Iing yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Depok mengungkapkan, masih adanya pemborong nakal di Kota Depok lantaran tidak jelinya BLP dalam melakukan verifikasi perusahaan peserta lelang.

 

Dengan begitu, pihaknya akan melakukan evaluasi kinerja dari BLP dikarenakan masih adanya kontraktor nakal yang lolos verifikasi.

 

“Kenapa bisa lolos?, itu yang wajib dipertanyakan. Kami akan melakukan evaluasi terhadap BLP. Seharusnya, setiap mengikuti lelang harus diverifikasi ulang, karena sifat manusia itu berubah tidak selamanya lurus, sekali ada kesempatan mereka bisa memanfaatkan,” terangnya.

 

Dari itu Iing berharap BLP lebih jeli lagi terhadap peserta lelang.

 

“Sebenarnya kami sudah mendengar ada pembangunan turap yang tidak beres, ditambah lagi ada informasi pembangunan sekolah yang ditinggal pemborongnya. Mungkin ada suatu permasalahan yang kami belum ketahui, kenapa mereka bisa melarikan diri. BLP harus selektif, kami akan lapor ke pimpinan komisi untuk menindaklanjuti persoalan tersebut,” ungkapnya.

 

Pernyataan tersebut diungkapkan Iing menyikapi pemborong SDN Pitara 2 yang kabur dan tidak menyelesaikan pekerjaannya sejak Desember 2015 silam. Alhasil, pengerjaan tiga ruang kelas di sekolah tersebut mangkrak.

 

Terhitung sudah sembilan bulan ruang kelas dirobohkan dan hanya tersisa tiang pondasi. Akibatnya siswa di sekolah itu terlantar. Mereka hanya bergiliran belajar di empat ruang kelas yang tersisa.

“Tadinya  tiga kelas, sekarang empat kelas karena ruang komputer dipakai untuk lokal,” kata Kepala SDN Pitara 2, Umardani, Selasa (20/9).

Dia mengaku tidak pernah bertemu sekalipun dengan pengembang. Bahkan dirinya sempat meminta papan pengumuman proyek untuk dipasang di depan sekolah pun tak digubris.

“Sampai sekarang saya tidak pernah bertemu dengan pemborongnya,” katanya.

Sejak ruang kelas dibongkar, pihaknya terpaksa memutar otak. Caranya adalah ruang kelas sengaja digunakan bergantian. Satu ruang kelas bisa dipakai sampai tiga rombongan belajar. “Misalnya kelas satu pagi, kemudian kelas siang, nanti sorenya kelas tiga,” paparnya.

Dia mengaku kasihan melihat anak-anak yang tidak bisa belajar maksimal dan tidak bisa beraktifitas di lapangan akibat mangkraknya pembangunan. Jam belajar siswa pun terpaksa dikurangi agar bisa menampung siswa kelas lainnya.

“Jam belajar jadi dipercepat. Awalnya pulang jam 11.45 WIB kini jadi jam 11.00 WIB karena harus bergantian dengan kelas lain,”

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here