Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok terpaksa mencoret anggaran pengadaan lahan untuk daerah penyangga (buffer zone) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung di wilayah Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, sebesar Rp 32 miliar.
“Dari 159 kabupaten/kota di Indonesia, Kota Depok merupakan salah satu kota yang saat ini mendapat penangguhan DAU dan DAK. Alternatif untuk mencari bagaimana nantinya sertifikasi guru dan biaya lainnya bisa ditanggulangi kami meniadakan terlebih dahulu beberapa pembangunan,” ujar Yeti kepada Jurnal Depok, kemarin.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya lebih memprioritaskan kepada program-program yang bersifat skala prioritas dan sangat dibutuhkan dalam perubahan anggaran tahun ini.
“Tidak ada unsur politis sama sekali (buffer zone,red), ini adalah keadaan force major keadaan Depok yang memang salah satu kota yang harus ditangguhkan DAU dan DAK nya. Dari itu, kami bersama eksekutif mencari solusi bagaimana pembangunan di Depok tetap berjalan dengan baik,” paparnya.
Yeti mengatakan, bahwa pihaknya akan melihat situasi dan kondisi perekonomian Negara secara menyeluruh untuk nantinya apakah buffer zone dianggarkan kembali di tahun berikutnya atau tidak.
Sementara itu Anggota DPRD Depok, Selamet Riyadi merasa senang dengan pencoretan anggaran pengadaan lahan untuk buffer zone. Pasalnya, kata dia, dari awal dirinya tidak menghendaki adanya buffer zone.
“Apapun namanya, kecuali di sana untuk kawasan hijau dan taman kota. Kalau itu masyarakat pasti menerima dan senang tentunya. Dari dulu hingga saat ini sosialisasinya sangat kurang, sehingga menimbulkan kecurigaan yang luar biasa,” terangnya.
Selamet yang merupakan Anggota Fraksi Restorasi Nurani Bangsa (RNB) DPRD Depok dan warga Pasir Putih dari awal menolak perluasan TPA Cipayung ke Pasir Putih.
“Karena diaturannya harus dihapus dulu, di RT/RW pemerintah kota 2012-2032 itu kan jelas perluasan TPA Pasir Putih, itu dulu dicoret. Selama itu belum dicoret akan menjadi acuan pemerintah kota untuk melakukan pembangunan dan perluasan TPA. Kalau dicoret dan diganti namanya dengan penghijauan atau taman kota, itu mungkin bisa diterima,” jelasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengajukan Rp 32 miliar untuk pembebasan lahan di kawasan Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan. Rencananya, lahan tersebut nantinya akan digunakan sebagai daerah penyangga (buffer zone).
“Sesungguhnya anggaran Rp32 miliar tersebut untuk buffer zone dan untuk pengamanan sampah, agar baunya tidak sampai ke wilayah lain. Bukan untuk tempat pembuangan sampah. Sekarang paling ketara ke Pasir Putih, saya juga sering ke Pasir Putih, waktu lagi tahlilan ada baunya, walau jauh dari Cipayung,” ujar Mohammad Idris, Walikota Depok.
Ia ingin dengan area 10 atau 11 hektar tersebut dibuatkan buffer zone, seperti jogging trek untuk masyarakat, penghalangan dan lainnya.
Dalam Perda RT/RW itu perluasan TPA Pasir Putih, dan ia mempersilahkan siapa saja untuk membacanya, tetapi wacana saat ini untuk pengelolaan buffer zone, untuk melindungi masyarakat dari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Jadi bukan untuk pembuangan sampah, ini perlu dipahami bersama,” tuturnya.
Ia menerangkan, Pemkot Depok sudah memiliki kerjasama dengan TPA Nambo, dan di Nambo itu pun, jika Depok bisa menangani serta memiliki tempat sendiri dengan memberdayakan sampah yang ada, maka bisa untuk dibuat PLN (Listrik) dan gas.
“Itu sudah ada orang yang menawarkan ke kami, jika ada warga yang menolak, kami meminta alasannya kenapa mereka menolak. Pemerintah punya wacana dan masyarakat juga berwacana, jangan dikatakan suara rakyat adalah sura Tuhan, dan men Tuhan kan suara, itu tidak boleh, sirik namanya,” katanya.
Sekali lagi ia menegaskan, bahwa rencana pembebasan lahan di Pasir Putih itu bukan untuk membuang sampah. Tapi untuk pengelolaan sampah.
“Jika masyarakat sadar untuk memilah sampah, sampah di situ yang hanya residu dan diapa-apakan lagi, nanti untuk pemberdayaan wish to energy. Untuk sosialisasi, ini masalah teknis, kan anggarannya belum disetujui juga,”