



Bojongsari | jurnaldepok.id
Penantian panjang warga RT 02/07 Kelurahan Curug, Kecamatan Bojongsari, yang menginginkan pembangunan Jembatan Poncol yang putus akibat tergerus banjir lebih dari 10 tahun lalu akhirnya mulai terealisasi.
Atas advokasi Anggota Komisi V DPR RI, Mahfudz Abdurrahman, kini pembangunan jembatan yang menghubungkan Kota Depok-Kabupaten Bogor mulai dikerjakan.
“Alhamdulillah setelah kami endors tiga atau empat bulan lalu kini mulai dikerjakan, angkanya Rp 2 miliar lebih,” ujar Mahfudz kepada Jurnal Depok, kemarin.


Ia mengatakan, jembatan penghubung dua wilayah itu selama ini berfungsi sebagai mobilitas warga Depok dan Kabupaten Bogor. Tak hanya itu, jembatan yang ambruk pada 2008 silam menjadi salah satu akses utama bagi warga Kelurahan Curug menuju TPU Poncol.
“Putusnya jembatan itu kegiatan ekonomi terganggu, begitu juga kegiatan sosial yang menyangkut pemakaman. Selama jembatan itu putus, mereka harus memutar dulu ke wilayah Parung untuk melakukan pemakaman,” paparnya.
Melihat kondisi itu, Mahfudz langsung berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Depok dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk segera membangun jembatan itu kembali.
“Kami perjuangkan di DPR, dana untuk pembangunannya dari APBN, proyek dari Kementerian PU. Kami dapat dua, satu untuk di Bekasi dan satu untuk di Depok. Alhamdulillah enggak terlalu lama, kemudian ditinjau dan disepakatai oleh PU untuk pembangunannya,” terangnya.
Dikatakannya, pembangunan jembatan itu tidak memakan waktu lama karena menggunakan teknologi instan. Sementara jembatan sepanjang 30 meter tersebut hanya dapat digunakan oleh kendaraan roda dua.
“Alhamdulillah warga senang dan langsung menggelar syukuran di pinggir kali,” terangnya.
Ketua LPM Kelurahan Curug, Wardana mengatakan, jembatan putus lantaran tanggul Kali Angke jebol dan aliran airnya memutus jembatan yang ada saat itu.
“Pertama kali diperbaiki 2009 dan 2013, lalu kemudian dibuat permanen pada 2014 yang nilainya mencapai Rp 500 juta. Namun, jembatan kembali putus pada 2015 lalu karena tergerus kembali air Kali Angke pada saat banjir,” ungkapnya.
Ia menambahkan, karena sudah beberapa kali putus akhirnya masyarakat yang dibantu oleh aparat TNI/Polri pada saat itu, berinisiatif membangun jembatan darurat yang terbuat dari bambu dan batang kelapa.
“Warga dibantu TNI/Polri bersama-sama membangun jembatan sementara, namun jembatan yang dari bambu itu kembali hanyut terbawa derasnya air kali. Kemudian warga membangun kembali, karena kalau tidak ada jembatan warga kesulitan untuk memakamkan jenazah dan ziarah kubur,” paparnya.
Pada pemerintahan sebelumnya, sambungnya, kondisi jembatan pernah menjadi perhatian pemerintah pusat, sehingga pemerintah pusat menurunkan alat berat untuk melakukan normalisasi Kali Angke.
“Namun itu tidak efektif, karena alat berat yang diturunkan mendem di lumpur. Saat itu kami juga pernah menghadap ke BMSDA, dan BMSDA sempat meninjau ke lokasi namun sayang tidak ada action,” pungkasnya. n Rahmat Tarmuji

